Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apa itu Dzat Allah? Beda Dzat dan Zat

quot;>

Kita sering mendengar istilah “dzat Allah” baik dalam bacaan maupun dari verbal. Lalu apakah istilah Dzat Allah menunjukkan bahwa Allah berupa zat? apakah ia zat padat, cair dan gas?.

Banyak dari kita yang mengalami salah faham terhadap kata yang sekilas mirip, khususnya antara kata dzat yang berasal dari bahasa Arab dengan zat dalam bahasa indonesia.

Perlu difahami terlebih dahulu bahwa memang benar banyak kosa kata bahasa Arab yang diserap dalam bahasa Indonesia. Namun, walaupun diserap dari bahasa Arab hal itu tidak menunjukkan bahwa kosa kata yang mirip itu memiliki makna yang sama dan tidak berarti mereka memiliki definisi etimologi dan terminologi yang sama antara satu sama lain baik dengan bahasa asalnya.

Contohnya seperti kata “hamil", dalam bahasa indonesia kata hamil berarti seseorang yang sedang mengandung. Sedangkan dalam bahasa Arab, “hamil” juga memiliki arti pembawa, pemikul, dan pengangkut.

Contoh lain seperti kata “rahim”, dalam bahasa indonesia rahim adalah anatomi khusus yang dimiliki wanita. Sedangkan dalam bahasa arab, “rahim” itu artinya “penyayang”.

Contoh lain seperti kata “kalimat”, dalam bahasa indonesia kalimat adalah rangkaian kumpulan kata, ada subjek dan prediket. Namun “kalimat atau kalimah” dalam bahasa Arab berarti  “kata”. Sedangkan kumpulan kata dalam bahasa Arab disebut dengan “jumlah”. Padahal dalam bahasa Indonesia jumlah dikaitkan dengan bilangan bukan dengan kata.

Dari sini dapat difahami bahwa tidak semua kata serapan dalam bahasa Arab memiliki makna yang sama dengan bahasa aslinya, yakni bahasa Arab. Termasuk kata Dzat dalam bahasa Arab dan Zat dalam bahasa Indonesia yang sedang dibahas ini.

Pengertian Zat dalam bahasa indonesia atau yang dipakai dalam istilah sains adalah sesuatu yang memiliki masa dan menempati ruang. Kata zat ini lalu diterjemahkan dalam bahasa inggris menjadi matter atau substance. Apabila kata zat yang memiliki makna, sesuatu yang menempati ruang dan memiliki masa ini diterjemahkan dalam bahasa Arab, maka diartikan dengan sebutan “maadah”, bukan kata dzat.

Dengan begitu sudah jelas kata zat dan dzat memiliki makna yang jauh berbeda. Bahkan bisa jadi kata zat ini bukan serapan dari bahasa Arab. Karena kata zat dalam artian suatu materi yang memiliki masa dan menempati ruang ini diterjemahkan dalam bahasa Arab diartikan dengan sebutan maadah bukan Dzat.

Pada tahap ini dapat disimpulkan bahwa kata dzat Allah dalam istilah agama dengan zat yang dipahami dalam sains tidak memiliki makna yang sama. Oleh karena itu, salah jika menyamakan dzat Allah dengan zat seperti zat padat, cair maupun gas. 

Kalau begitu maka kata dzat ini memiliki makna tersendiri. Lalu Apas makna dari kata dzat, dan apa yang dimaksud dengan dzat Allah itu?

Menurut seorang pakar Leksikografi/Linguistik Arab yang bernama Louis Ma’luf, seorang Arab Kristen Katolik asal Lebanon dalam karyanya yang berjudul Kamus al-Munjid fil Lughah wal ‘Alam halaman 16 (terbitan Lebanon: Dar al-Masyriq, 1986), beliau mengatakan bahwa Allah: ismu al-Dzat al-Wajib-ul-Wujud (Allah itu adalah suatu nama dzat Yang Maha Ada yang menyebabkan segala sesuatu menjadi ada (the name of the dzat as Causa Prima).

Louis Ma’luf mendefinisikan bahwa lafaz Allah adalah nama Dzat, lalu apa itu Dzat?

Seorang ahli Linguistik Arab asal Jerman yang bernama Hans Wehr dan beragama Kristen Protestan dalam karyanya yang berjudul A Dictionary of Modern Written Arabic, halaman 314-315 (terbitan Munster, 1960) mengatakan bahwa istilah dzat dalam bahasa Arab artinya being, essence, nature, self: person, personality. Artinya kata dzat merupakan penyebutan kepada sebuah esensi, personal, pribadi atau sosok dan bukan penyebutan kepada sebuah materi yang memiliki masa dan menempati ruang.

Berdasarkan penjelasan dari dua pakar bahasa Arab yang berlatar bangsa Arab dan bangsa Barat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kata dzat bahasa arab sungguh jauh-jauh berbeda dengan zat dalam bahasa Indonesia.

Sehingga jika anda ungkapan seperti kalimat “Ar-rahman adalah sifat dari dzat Allah” itu makna kalimatnya sepert “ar-rahman adalah sifat dari personal, pribadi atau sosok Allah itu”. Sehingga kata dzat sama sekali tidak merujuk kepada penyebutan materi yang memenuhi ruang dan memiliki masa seperti zat padat, cair dan gas. Melainkan kata dzat ini merupakan penyebutan kepada sebuah atau suatu esensi pribadi dan personal itu sendiri.

Jika ada misionaris ataupun siapa yang mengatakan bahwa: “Tuhan kami berwujud roh, tuhan kalian berwujud zat”. Setidaknya kita sudah faham bahwa dzat yang dimaksud berbeda dengan makna zat dalam istilah sains.

Dalam Islam mengatakan bahwa Tuhan itu berjuwud roh merupakan bentuk penghinaan terhadap tuhan itu sendiri sebagaimana firmannya:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuura: 11)

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah itu tidak serupa dengan apapun ciptaanya, termasuk roh. Karena roh adalah ciptaan (makhluk), sedangkan pencipta (khaliq) tidak sama dengan makhluk. Maka tentu Allah tidak berwujud dengan wujud roh, sebab roh adalah ciptaanya sedangkan Allah adalah sang pencipta dan tidak ada yang menciptakan Allah serta tidak ada yang setara dengan dzat atau dengan esensi dan pribadi Allah itu sendiri, dengan apapun.

Oleh karena itu mengatakan bahwa tuhan berwujud roh dalam keimanan Islam merupakan bentuk penghinaan kepada Tuhan itu sendiri, sebab Allah sendiri yang mengatakan bahwa ia tidak serupa dengan apapun dari ciptaannya termasuk roh.

Lalu bagaimanakah wujud Allah? wallahualam, Allah tidak pernah menjelaskan bagaimana wujudnya secara spesifik, karena manusia tidak akan dapat memahami bentuk esensi dari dzat Allah itu sendiri. Karena manusia adalah ciptaanNya dan akal manusia dibatasi untuk memahami apalagi mengimajinasikan segala sesuatu yang tidak dapat diinderakan, bahkan surga sekalipun. Sehebat apapun imajinasi tentang surga, maka tidak akan dapat benar-benar memahami bagaimana kemegahan surga itu, apalagi untuk mengimajinasikan keagungan Allah.




Sumber http://www.zulfanafdhilla.com/